21 December, 2009

AMANAH

AMANAH

“Sungguh Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu. Dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh manusia itu amat zhalim dan amat bodoh” (QS.33:72)


Akhirnya manusia memberanikan diri memikul beban amanah itu. Sungguh sebuah keberanian yang spektakuler. Karena ia lahir justru ketika semua peserta alam raya lainnya-langit, bumi dan gunung-gunung-menolaknya. Tak satupun dari mereka yang mempercayai kemampuannya membawa amanah besar itu.

Ternyata hidup adalah sebuah pertanggung jawaban. Ia bukan permainan,sebab ia diberikan kepada kita atas dasar sebuah perjanjian sakral dengan Allah, Sang Pencipta kehidupan. Dan bumi ini, tempat dimana kehidupan manusia disemaikan, adalah panggung pementasan amanah.

Tiap detik yang kita lalui dilorong waktu kehidupan ini adalah jenak-jenak yang harus dipertanggung jawabkan didepan Allah. Setiap sisi ruang dan waktu harus merupakan implementasi ‘ibadah’ total kepada Allah. Sebab hanya dalam kerangka itu, semua gerak kita memperoleh makna hakiki di mata Allah.

Dalam visi seorang muslim, ibadah itu dikejawantahkan dalam dua kata: imaroh dan khilafah. Inilah amanah besar yang dibebankan kepada manusia. Dan untuk amanah itu pulalah, Allah berkenan meniupkan nafas kehidupan kedalam raga manusiawi kita.

Sesungguhnya tingkat kesadaran kita akan hakikat ini akan menentukan tingkat ‘intensitas’ kehadiran jiwa dalam menjalani hidup. Sebab, kesadaran itulah yang mengikat jiwa kita secara terus menerus dengan misi penciptaan kita. Seperti mata, jiwa yang memiliki kesadaran begini, selamanya akan terbuka membelalak menatap setiap jejak langkahnya.

Begitulah pada mulanya kesadaran amanah itu hinggap dalam jiwa dan akal Rasulullah saw. Seterusnya ia menulari jiwa dan akal sahabat-sahabat beliau. Dan dari telaga kesadaran inilah mereka meneguk mata air kecemerlangan. Sebab air telaga itulah yang memberi mereka “dorongan dan tenaga jiwa” yang tak pernah kering.

Nyaris tak pernah kita dengarkan, bahwa usia dan semua hambatan duniawi lainnya merintangi gejolak jiwa mereka untuk berkarya dan berkarya. Bahkan dalam proses berkarya, memberi dan lelah karenanya, mereka justru menemukan makna kehadiran mereka di panggung kehidupan ini, sesuatu yang memberi mereka kelezatan jiwa.

Obsesi amanah itu telah melepaskan jiwa mereka dari lingkaran ketegangan daya tarik kehidupan duniawi. Sebab sesungguhnya berkarya dan memberi itu adalah menapaki tangga menuju langit ketinggian. Dan hambatan terbesar yang akan selalu ‘memberatkan’ langkah kita adalah daya tarik dunia.

Kita tidak akan memperoleh ‘keringanan’ jiwa untuk berkarya dan memberi, kecuali ketika kita berhasil membebaskan jiwa kita dari lingkaran ketegangan daya tarik duniawi itu. Dan untuk pembebasan itu, selain faktor imaniyah lainnya, kesadaran akan amanah kehidupan ini merupakan kekuatan pembebas yang sangat kuat.

Bila suatu ketika engkau berkesempatan berdekat-dekat dengan jiwa, rasakanlah bahwa ada jenak-jenak dimana tali kecapi nuranimu bergetar menyenandungkan hakikat kehidupan ini. Dan bila engkau mendengarnya dengan telinga hatimu, engkau akan menemukan pesan menuju ketinggian.



Inthilaq,No.17/16-30 Nov.1993
post by :www.perindu-syurga.co.cc

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home